(Berita pada laman tempo.co)
PENGANTAR
Bagi setiap mahasiswa, pasti sudah terbiasa
dengan setiap tugas yang diberikan oleh dosen dari mata kuliah bersangkutan.
Tugas-tugas yang diberikan akan dikumpulkan sesuai deadline yang ditetapkan,
biasanya paling lambat pada pukul 23:59 ditanggal tertentu. Kali ini, kami mahasiswa pada mata
kuliah Investigasi Multimedia dari kelompok Bravo mendapatkan tugas untuk
mewawancarai seorang wartawan investigasi secara mendalam tentang pengalaman
peliputan yang telah ia lakukan.
Jurnalisme Investigasi itu sendiri adalah satu bagian dalam dunia
jurnalistik. Tidak hanya sekedar meliput dan merekam sebuah kejadian menjadi
berita, jurnalisme investigasi berbuat lebih jauh lagi. Wartawan Investigasi
biasa mencari data dan fakta secara mendalam terkait suatu kasus yang tidak nampak di permukaan atau memang sengaja
disembunyikan ke publik. Kasus-kasus dimaksud bisa berupa sebuah perkara
kriminal, skandal korupsi, ataupun skandal lainnya.
Jurnalisme investigasi sangat selektif
terhadap bahan berita resmi, meneliti dengan kritis setiap pendapat, catatan
dan bocoran informasi, tidak serta merta membenarkan. Jika wartawan umum
memberitakan apa yang terjadi atau yang diumumkan, jurnalisme investigasi
mengungkapkan mengapa suatu hal diumumkan atau terjadi.
Pekerjaan investigasi wartawan berkaitan
dengan nilai intensitas keingintahuan mengenai “How the world works or fails to work”. Seorang investigator tidak
menerima mentah-mentah pernyataan sumber-sumber resmi.
Tujuan jurnalisme investigasi adalah memberi
tahu kepada masyarakat tentang adanya pihak-pihak yang telah berbohong atau
menutup-nutupi sebuah kebohongan dari publik. Masyarakat diharap untuk menjadi
waspada terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh berbagai pihak,
setelah mendapatkan bukti-bukti yang dilaporkan. Bukti-bukti itu ditemukan
melalui pencarian dari berbagai sumber dan tipe informasi, penelaahan terhadap
data-data yang signifikan dan pemahaman terhadap data-data statistik.Apa yang
dilakukan oleh wartawan investigasi di latar belakangi oleh hasrat untuk
mengoreksi keadilan, menunjukkan adanya kesalahan. Adanya dorongan moral dalam
diri mereka untuk memberitahukan kepada masyarakat akan adanya ketidakberesan
dalam lingkungan sekitar mereka. Wartawan investigasi sering kali menarik
masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan jurnalistik mereka.
Pada laman tempo.co di rubrik investigasi,
ada sebuah pemberitaan yang menarik untuk kami ulas bagaimana proses
peliputannya. Judul berita tersebut yaitu “Dibalik Aksi Brutal Jakmania” yang
ditulis dan diliput langsung oleh Larissa Huda, seorang wartawan Tempo.
Tentang
Wartawan
Sabtu sore pada tanggal 15 April 2017 lalu,
kami akhirnya berkesempatan bertemu dengan Larissa Huda. Perempuan muda berusia
25 tahun yang akrab disapa Rissa ini, merupakan lulusan Universitas Negeri
Jakarta jurusan Sastra Inggris. Ia menamatkan perkuliahannya pada tahun 2014
lalu. Pada awalnya, ia tidak berpikir untuk bekerja di dunia jurnalistik.
Setelah mengajukan beberapa surat lamaran kerja diberbagai perusahaan, akhirnya
ia diterima sebagai seorang reporter di salah satu media terbesar di Indonesia
yaitu Tempo. Ia memulai perjalanan karirnya pada September 2015 lalu. Terhitung
kurang lebih sudah 19 bulan ia bekerja sebagai wartawan hingga hari ini.
Sudah banyak berita-berita yang ia tulis dan
liput sendiri. Mulai dari berita dengan cakupan kecil, hingga cakupan besar.
Berita yang pernah ia liput langsung yaitu Aksi Damai yang dilakukan beberapa kali oleh Organisasi Masyarakat Islam (Ormas Islam) dari penjuru Jakarta. Selain itu, ia juga
pernah meliput langsung kasus-kasus politik yang terjadi sepanjang tahun 2016,
hingga mengupas aksi brutal yang sering dilakukan oleh Jakmania.
Dalam artikel ini, kami akan membahas dan
mengungkap bagaimana perjalanan pelik yang telah dilakukan oleh Larissa Huda
selama melakukan peliputan “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”.
Awal Mula
Peliputan “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”
Setiap berita, biasanya dimuat di media
karena memang sedang ada moment tertentu atau topik dalam pemberitaan tersebut
sedang hangat dimasyarakat. Sebuah berita akan menjadi menarik bagi masyarakat
jika bertepatan dengan terjadinya sebuah peristiwa yang bersangkutan. Sama halnya dengan ketika berita “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”
ini diangkat, yaitu ada momen ketika ada kerusuhan dari penonton (Jakmania)
yang lompat langsung ke lapangan saat pertandingan berlangsung. Tidak lama setelah itu, muncul lagi penyerangan
terhadap rombongang Jakmania.
Jakmania sendiri
merupakan sebutan bagi mereka supporter club sepakbola Jakarta, Persija.
Jakmania memang sudah dari dulu dikabarkan menjadi musuh dari Viking, Julukan
bagi para fans persib Bandung. Pada bulan November 2015, ada 16 bus yang berisi
Jakmania beriring-iringan melintas di Jalan tol Paliman, Cirebon, Jawa Barat.
Saat itu persija baru saja selesai menyaksikan pertandingan Persija melawan
Persib Bandung yang pertandingannya digelar ditempat yang netral yakni di
Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah.
Pertandingan antara
persija dan persib Bandung berakhir imbang 0-0 saat itu. Pada pertandingan di
Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah tersebut para Viking dilarang menonton
karena ditakutkan terjadi konflik antara dua supoter tersebut. Namun, para
Viking tetap nekat berangkat ke Solo. Namun, bus yang bermuatan para pendukung
Viking itu ditahan polisi di dekat Brebes dan Cilacap, dan dilarang mendekat ke
Solo. Tepat
ketika rombongan Jakmania mendekati gerbang tol Paliman, mendadak iring-iringan
bus mereka dihujani batu. Jakmania tak yakin penyerang mereka
adalah warga setempat seperti penjelasan polisi belakangan. Kuat dugaan, para bobotoh-lah yang menghadang
mereka.
Bus-bus itu segera menepi. Sebagian mencoba
berbalik arah. Sementara ratusan massa Jakmania yang marah, menghambur keluar
dari bus, menyerbu penyerangnya. Saat itu anak-anak turun dari bus, keluar
semua mengejar pelaku pelemparan itu.
Tawuran pun pecah di pinggir jalan tol, dekat Desa Lungbenda, Kecamatan
Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Beberapa jam kemudian, bentrokan secara sporadis mereda.
Ketika itulah fans Persija baru sadar, salahsatu dari mereka, tersungkur di
tanah, penuh dengan luka memar. Pria itu, Harun Al Rasyid Lestaluhu,
merupakan Koordinator Wilayah Jakmania di kawasan Kali Malang, Bekasi.
Kematiannya menambah kemarahan Jakmania.
Penyebab lain kenapa Larissa mengangangkap
kasus ini yaitu karena masalah kekerasan dalam pertandingan bola di Indonesia
sudah mencapai tahap mengkhawatirkan. Seharusnya sepakbola menjadi panggung
hiburan, bukan tempat pemakaman karena sampai memakan korban jiwa. Semenjak
Liga Indonesia digelar, sudah ada 54 nyawa pendukung yang melayang akibat
kerusuhan saat pertandingan.
Sebenarnya, kekerasan juga dipicu karena
lemahnya antisipasi aparat keamanan. Ada fanatisme di masing-masing kubu dan
ada rivalitas yang tinggi. Selain itu, tidak adanya program pembinaan supporter, baik itu dari
club, pengurus PSSI, dan operator maupun penyelenggara pertandingan.
Rancangan
Peliputan “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”
Sebelum melakukan peliputan, tentunya perlu
mempersiapkan beberapa hal. Persiapan itu dapat disebut sebagai rancangan
peliputan. Hal ini bertujuan agar selama proses peliputan tetap berjalan sesuai
rencana. Selain itu agar bisa menentukan beberapa planning selama menyingkap kasus tersebut. Rancangan peliputan ini
juga bertujuan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan terburuk yang terjadi
selama liputan.
Laporan investigasi dalam pelaksanaannya
membutuhkan modal yang banyak, terlebih apabila topik yang dipilih bersifat
kompleks. Maka sebelum membuat
konsep acuan, perlu ada riset awal, wawancara, dan observasi di lapangan. Larissa mengungkapkan
bahwa perencanaan yang matang sangat dibutuhkan agar
penelusuran dapat berjalan dengan baik. Selain
itu penyamaran dan koordinasi terutama bagi jurnalis televisi harus dilakukan
dengan baik. Dalam hal ini seorang jurnalis juga dituntut
untuk memiliki sifat skeptis atau ragu-ragu terhadap setiap fakta yang
diperoleh, sehingga fakta tersebut akan terus digali hingga sampai ke akar
permasalahan.
Larissa menjelaskan
bahwa jurnalisme investigasi berbeda dengan kegiatan
jurnalisme lainnya.
Liputan jurnalisme investigasi tidak
berdasarkan pada agenda pemberitaan yang terjadwal. Peliputannya pun tidak
dibatasi pada tekanan-tekanan waktu. Wartawan investigasi memaparkan kebenaran
yang mereka temukan, melaporkan adanya kesalahan-kesalahan serta menyentuh dan
mengafeksi masyarakat terhadap persoalan yang ditemukan.
Jurnalisme investigasi tidak terikat dengan
deadline, yang artinya seorang reporter infestigasi tidak diminta untuk membuat
laporan harian. Ia memiliki rentan waktu yang lebih lama sehingga ada kebebasan
mengembangkan bahan-bahan yang sudah diperoleh. Ia harus menelusuri kasus
tersebut sampai benar-benar tuntas serta membuat masyarakat mengetahui akan
kebenaran dari kasus tersebut.
Pada intinya, tujuan utama dari jurnalisme
investigasi adalah mengungkap kesaksian dan bukti secara fisik dari suatu
persoalan yang kontroversial. Jurnalisme investigasi lebih
menekankan pada upaya mengungkap fakta yang sebelumnya tersembunyi dari publik. Karena itu, proses kerja jurnalis
dalam liputan investigasi ini laksana detektif yang mengendus informasi tersembunyi
dari banyak sisi dan mengungkapkannya
Rancangan pertama yang dilakukan sebelum
melakukan liputan yaitu melakukan riset. Sebelum melakukan liputan terhadap
sebuah topik, Larissa
mencari informasi-informasi terkait seputar kasus tersebut. Informasi tersebut
dapat bersumber dari pemberitaan sebelumnya, pengalaman langsung dari beberapa
orang yang terlibat. Bahkan bertemu langsung dengan penulis berita sebelumnya
yang menulis berita dengan tema yang sama.
Setelah mendapatkan beberapa berita yang
pernah ditulis sebelumnya, Larissa melakukan pemeriksaan kembali terkait narasumber dan isi berita. Dengan
kata lain, mengkonfirmasi kembali kepada informan-informan yang pernah
terlibat.
Jika konfirmasi telah dilakukan, maka Larissa melanjutkan peliputan di lapangan dengan
menemui saksi-saksi kunci. Dalam tulisan ini, ia bertemu dengan pelaku yang
melakukan aksi lompat pagar di lapangan ketika pertandingan berlangsung.
Setelah itu, orang yang terlibat langsung dengan Jakmania, yaitu Ketua Jakmania
itu sendiri.
Jika saksi kunci sudah didapatkan, maka bisa
dilanjutkan dengan keterangan-keterangan dari saksi pendukung yang juga kuat,
yaitu pihak keamanan dan kepolisian.
Kendala
Selama Peliputan “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”
Selama proses peliputan, tentu ada beberapa
kendala, baik itu datang dari reporternya sendiri, maupun dari beberapa pihak
lain. Ketika masa peliputan “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”, ada beberapa
kendala yang harus dihadapi oleh Larissa agar berita ini tetap bisa ditampilkan
ke publik.
Kendala pertama yang dihadapi oleh Larissa
yaitu masalah waktu. Dalam hal ini, karena Larissa merupakan reporter junior,
maka ia harus melakukan peliputan ini bersamaan dengan liputan-liputan kasus
lain. Ia tidak hanya fokus pada satu kasus liputan saja. Tapi selama masa
peliputan kasus “Dibalik Aksi Rusuh Jakmania”, Larissa juga harus melakukan
liputan lain. Setidaknya setiap harinya, ia harus melakukan 3-4 topik liputan
per harinya.
Selain itu, kendala yang dialami oleh Larissa
yaitu saat ia harus menemui pelaku yang sedang ditahan di Polda, ia harus menyamar
dan berpura-pura menjadi salah satu keluarga pelaku. Hal ini bertujuan agar ia
bisa bertemu langsung dengan pelakunya. Beberapa kali Larissa gagal dalam
penyamaran tersebut, tapi pada akhirnya ia tetap bisa bertemu langsung dengan
pelaku untuk menanyakan beberapa hal.
Salah satu anggota Jakmania yang tak punya kartu anggota
adalah Jamaludin alias Oboi. Dia kini ditahan Polda Metro Jaya dengan tuduhan
menganiaya Brigadir Hanafi, pada pertandingan Persija vs Sriwijaya, akhir Juni
2016 lalu. Saat Larissa menemuinya di tahanan pada akhir Agustus 2016 lalu, Oboi terlihat
pucat. Sosoknya tampak lebih kurus dibandingkan foto dirinya di media sosial.
Rambutnya digundul dan dia harus mengenakan kemeja lusuh berwarna oranye,
seperti semua tahanan di kantor polisi.
Kendala selanjutnya yaitu, keadaan di
lapangan tidak sesuai dengan hipotesis dan rumusan masalah awal. Sehingga
diperlukan plan lain untuk menangani
hal tersebut.
Kendala lain yaitu pada narasumber. Ada
beberapa narasumber yang tidak ingin disebutkan nama dan identitasnya, sehingga
menghalangi pengungkapan kasus ini.
Dampak bagi
Tempo.co Setelah Pemberitaan ini Dipublikasikan Kepada Masyarakat
Setelah sebuah pemberitaan dipublikasikan
kepada masyarakat, tentunya akan ada reaksi-reaksi yang muncul. Baik itu
positif atau negatif. Hal ini merupakan hal yang sudah biasa terjadi ketika
sebuah berita diterbitkan oleh sebuah media.
Kepala Sub Direktorat Kejahatan dengan
Kekerasan Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendy F
Kurniawan mengaku sudah mendengar adanya penyebaran paham kebencian pada polisi
di kalangan Jakmania. Tapi dia mengaku polisi belum mengkaji seberapa
berpengaruh sentimen itu di kalangan suporter Persija.
Sampai kedua kubu benar-benar mengenali akar
perseteruan mereka, tampaknya sejarah kekerasan para pendukung Persija akan
terus berulang
Ketika berita “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”
diterbitkan, ada pro dan kontra dari masyarakat, terutama dari Jakmania itu
sendiri. Jika dari pihak Jakmania, mereka merasa sedikit keberatan jika
diberitakan dengan pemberitaan yang buruk. Tapi tidak sedikit juga dari mereka
yang mendukung dan meminta pemerintah untuk lebih memandang terhadap Jakmania
yang merupakan salah satu club terbesar di Jakarta. Mereka meminta masalah ini
tidak disepelekan karena sudah berlarut-larut.
Jangka Waktu
yang Diperlukan untuk Peliputan “Dibalik Aksi Brutal Jakmania”
Segalanya pasti butuh proses. Dan sebuah
proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Sama halnya dengan
peliputan ini, Larissa memerlukan waktu 5 bulan untuk bisa menyingkap kasus ini dengan baik.
Ketika
Reporter Perempuan Menangani Kasus Persepakbolaan
Jika sepakbola identik dengan laki-laki. Maka
dalam kasus ini Larissa yang merupakan seorang perempuan tidak mengalami
kendala sedikitpun. Ia merasa kasus ini dapat diungkapkan oleh siapapun. Tidak
menutup kemungkinan itu laki-laki atau perempuan. Larissa juga mengaku,
bahwa ditempat ia bekerja, tidak ada diskriminasi gander. Sehingga baik itu
laki-laki atau perempuan akan mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang sama
terhadap sebuah peliputan.
Larissa juga mengaku,
hal ini merupakan hal yang positif, sehingga tidak adalagi pandangan bahwa
jurnalis perempuan hanya bisa melakukan peliputan-peliputan tertentu saja. Oleh sebab itu, walaupun memerlukan waktu
yang cukup lama dalam mengungkap kasus ini, Larissa mampu melakukan peliputan
ini dan dengan baik dan dapat diketahui oleh publik.
KESIMPULAN
Berdasarkan wawancara yang dilakukan bersama
Larissa Huda, dapat kami simpulkan bahwa:
1.
Jurnalis
atau wartawan harus peka dan berpikir kritis ketika menghadapi sebuah kasus
atau peristiwa.
2.
Jurnalis
atau wartawan harus mampu membaca petunjuk-petunjuk kecil yang ada dalam sebuah
kasus dan berusaha menyelidiki lebih dalam dengan tekun demi mendapatkan hasil
investigasi yang diinginkan, karena jurnalis harus melakukan observasi dan
riset mendala dalam jangka waktu panjang untuk mencari bukti-bukti tertulis
mmaupun wawancara dengan narasumber.
3.
Hal
yang harus diingat oleh seorang wartawan yaitu bahwa liputan investigasi
memiliki dampak terhadap publik. Sebuah liputan dapat disebut sebagai liputan
investigasi bila memiliki dampak terhadap publik atau ada kepentingan publik di
dalamnya.
PENUTUP
Demikian artikel ini tentang "Kisah Perjalanan
Peliputan Dibalik Aksi Brutal Jakmania" ini kami tulis. Semua isi dari
artikel ini adalah merupakan wawancara langsung yang kami lakukan dengan
reporter tempo Larissa Huda pada hari Sabtu, 15 April 2017 di daerah Cikini.
Semoga secara keseluruhan dari artikel ini dapat memberi
pelajaran bagi kita semua khususnya kami anggota kelompok yang melakukan
wawancara langsung, sehingga bisa lebih memahami bagaimana sebenarnya seorang
jurnalis investigasi bekerja.
Infografis Proses Peliputan oleh Larissa Huda :