Latar Belakang Peliputan
Memasuki akhir perkuliahan semester genap, sudah
sangat biasa bagi setiap mahasiswa dikejar deadline tugas. Sama halnya dengan
kami mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie peminatan Komunikasi Massa
dan Jurnalistik di semester 6 yang saat
ini sedang menjalani tugas akhir pada mata kuliah Investigasi Multimedia. Pada
mata kuliah ini, kami dibentuk menjadi 3 kelompok peliputan dengan topik
peliputan yang berbeda-beda. Kami dari kelompok Bravo, memilih topik
investigasi tentang bahaya dibalik tembakau jenis gorila.
Alasan kenapa kelompok kami memilih topik peliputan
investigasi ini adalah karena pada tanggal 12 Januari 2017 lalu, tembakau jenis
gorilla ditetapkan sebagai narkoba jenis pertama oleh Kementerian Kesehatan No
2/2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Peraturan ini ditetapkan
karena sebelumnya ditemukan kasus seorang pilot dari sebuah maskapai
penerbangan Indonesia yang jalan sempoyongan saat diperiksa petugas bandara
hingga viral di media sosial pada waktu itu. Aksi mabuk mantan pilot Citilink
yang berinisial TP menimbulkan pertanyaan, terkait zat apa yang menyebabkan
sang kapten mabuk tersebut. Berbagai spekulasi muncul dari masyarakat hingga
mengarah pada psikotropika jenis baru yang bernama tembakau gorilla.
Berdasarkan alasan tersebut, kami melakukan
peliputan dengan beberapa tahap. Tahap pertama, pembentukan tim dan pembagian jobdesk dari awal sampai akhir peliputan
ini berjalan. Tahap kedua, riset dan mengumpulkan data sebanyak mungkin mengenai
tembakau gorilla. Tahap ketiga, menentukan narasumber terkait yang dapat
memperkuat hasil peliputan investigasi ini. Tahap keempat, mewawancarai setiap
narasumber dan mengumpulkan data sebanyak mungkin selama proses wawancara.
Tahap kelima, mengemas hasil peliputan menjadi liputan investigasi multimedia
sehingga dapat dikonsumsi oleh berbagai pihak.
Bahaya
Tembakau Gorila Dilihat Dari Campuran Bahannya
Infografis: Zat berbahaya dalam tembakau gorilla |
Semenjak
awal tahun 2017 lalu, peredaran Tembakau Super Cap Gorila menjadi sangat
meresahkan di kalangan masyarakat Indonesia. Tembakau Gorila menjadi berbahaya
karena tembakau yang digunakan bukanlah tembakau biasa, tetapi dicampur dengan cairan
ganja sintetis di dalamnya. Cara pengggunaanya kurang lebih sama dengan ganja.
Tembakau gorila ini dicampur dengan tembakau rokok lalu dilinting kembali dan
dikonsumsi dengan cara dihisap.
Padahal Tembakau Super
Cap Gorilla ini termasuk dalam narkoba karena memiliki kandungan yang sangat
berbahaya yaitu mengandung zat synthetic cannabinoids dan bahan kimia apesiminika berdasarkan
hasil dari Laboratorium Badan Narkotika Nasional (BNN). Kedua zat tersebut
biasanya di masukkan ke tembakau dengan cara di semprotkan. Synthetic cannabinoids atau biasa disebut ganja sintetis merupakan campuran jenis-jenis
narkoba yang diimpor masuk ke Indonesia. Narkoba ini muncul sejak 2007 dan
terkenal dengan nama ekstasi herbal ataupun pensil hiperasin.
Dikutip dari lampung.bnn.go.id, Sebenarnya
dalam dunia kedokteran synthetic cannabinoids
diperlukan untuk terapi memperlambat proses neurodegenerasi
pada penyakit alzheimer. Selain itu
juga berguna untuk pengobatan stres karena senyawa cannabinoids bekerja cepat setelah menembus blood barrier yaitu filter darah yang masuk ke otak. Disebut ganja
sintetis karena zat ini mengandung tetrahydrocannabinol
(THC) seperti tanaman ganja. Hanya saja sumbernya bukan dari ekstraksi
ganja melainkan melaui proses kimia di laboratorium.
Efek yang ditimbulkan apabila menghisap
Tembakau Super Cap Gorila yaitu seperti ditindih oleh Gorilla yang besar.
Efeknya orang tersebut menjadi tidak bisa bergerak seperti zombie dan
menimbulkan halusinasi. Orang yang baru mencoba, biasanya akan panik karena
tubuhnya jadi berat, sedangkan pecandu yang sudah terbiasa akan muncul perasaan
euforia berlebihan dan tertawa-tawa tanpa sebab.
Selain itu, efek buruk yang dihasilkan ganja
sintetik ini dapat mengancam nyawa manusia, antara lain perasaan cemas yang
sangat tinggi, detak jantung sangat cepat dan tekanan darah tinggi, mual hingga
muntah, kejang otot dan tremor, halusinasi intens dan gangguan psikotik,
perasaan ingin bunuh diri atau melakukan tindakan yang berbahaya.
Efek ketergantungan dari zat ganja sintetis
ini, tidak sebanding dengan kenikmatan palsu yang ditawarkan, apalagi
dibandingkan dengan cita-cita dan masa depan yang tentunya akan terhalangi.
Jalan satu-satunya adalah direhabilitasi tentunya dengan biaya yang sangat
mahal untuk pemulihan. Belum lagi efek-efek buruk dari narkoba yang tidak bisa
disembuhkan seperti kerusakan otak.
Jeratan Hukum Bagi Pengedar dan Pengguna
Tembakau Gorilla
Dilansir
melalui liputan6.com, Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan tembakau gorila sudah resmi masuk dalam daftar
narkotika. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Tembakau gorila sudah
resmi narkotika mulai Kamis 12 Januari 2017. Dengan begitu, baik pengedar
ataupun pengguna tembakau ganja sintetis itu dapat terjerat pidana sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman
penjara 5-20 tahun, hukuman seumur hidup, atau hukuman mati.
Narkotika yang
bisa membuat penghisapnya merasa tertiban gorila itu mengandung zat
AB-CHMINACA. Kandungan itulah yang membuat tembakau gorila masuk dalam golongan I angka 86.
Disebutkan dalam Permenkes Nomor 2 Tahun 2017 bahwa narkotika golongan I adalah
narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi. Narkotika golongan ini memunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika golongan I memuat daftar
sebanyak 114 jenis narkotika.
Hingga saat
ini, tembakau gorila diketahui masih dijual bebas di masyarakat. Dengan adanya
aturan baru tersebut, diharapkan masyarakat dapat melaporkan informasi terkait
penyalahgunaan tembakau gorila atau sejenisnya kepada pihak terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar