Minggu, 16 Juli 2017

Peliputan Investigasi Tembakau cap Gorilla #3



Penjelasan Badan Narkotika Nasional mengenai Narkoba

Indonesia Darurat Narkoba






Selain menceritakan mengenai pengalaman seorang pecandu narkoba sekaligus mantan pengedar narkoba yang telah tertangkap 3 kali oleh pihak berwajib. Kami juga akan memberikan informasi mengenai bagaimana penjelasan dari Badan Narkotika Nasional tentang Narkoba sendiri. Kami berhasil mewawancarai bapak Kombes Pol. Drs. Sulistiandriatmoko selaku Kepala Bagian Humas dan Dokumentasi Badan Narkotika Nasional pada hari Senin, 12 Juni 2016 lalu.
            Badan Narkotika Nasional (disingkat BNN) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. BNN dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
            Dasar hukum BNN adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Sebelumnya, BNN merupakan lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002, yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007.
            Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh kelompok bravo kepada bapak Kombes Pol. Drs. Sulistiandriatmoko selaku Kepala Bagian Humas dan Dokumentasi Badan Narkotika Nasional atau biasa disingkat BNN. Di Indonesia sendiri, Narkoba dibagi golongan menjadi 3 jenis. Jenis pertama yang bersifat alami, terbuat dari bahan alami yaitu tumbuh-tumbuhan. Yang kedua yaitu semi sintetik, dimana bahan alami melalui proses yang sedemikian rupa lalu dicampur dengan bahan kimia tetapi bahan bakunya tetap dari bahan alami. Lalu yang terakhir yaitu murni sintetik, dimana narkoba jenis ini murni dari bahan-bahan kimia.
             Peredaran Narkoba di Indonesia sendiri semakin hari semakin berkembang.  Selain itu menurut bapak Sulistiandriatmoko tiga golongan tersebutlah yang mendasari narkotika tersebut digolongkan di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
            Narkoba sendiri memberikan 3 reaksi atau efek yaitu Depresan, Stimulan, dan Halusinogen. Depresan sendiri merupakan istilah awal dari obat penenang.
"Dahulu memang dijadikan obat, karena kalau memang dosisnya tepat diberikan oleh dokter dia memang bisa memang mengatasi depresi makanya dia namanya depresan" Jelas Sulistiandriatmoko.
            Yang kedua yaitu stimulan. Stimulan sendiri mempengaruhi motorik dari pengguna narkoba itu sendiri yang mengakibatkan saraf-saraf didalam otak menjadi aktif. Yang terakhir adalah halusinogen.
            Narkoba jenis Gorilla sendiri merupakan narkoba jenis baru. Narkoba Gorilla dijadikan sebagai narkoba jenis pertama oleh Kementerian Kesehatan No 2/2017 tentang perubahan Penggolongan Narkotika. Peraturan tersebut ditetapkan karena sebelumnya ditemukan kasus pilot salah Citilink Indonesia sempoyongan saat diperiksa petugas bandara hingga berita tersebut viral di media sosial. Pada akhirnya diketahui bahwa pilot tersebut sempoyongan saat diperiksa karena telah menggunakan psikotropika jenis baru, yaitu tembakau gorilla.
            Hukum mengenai narkoba sendiri di Indonesia sendiri sangat kuat. Meskipun masih banyak sekali pengguna narkoba di Indonesia, namun pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk menanggulangi meningkatnya pengguna narkoba di Indonesia, salah satunya dengan menegakkan hukum yang jelas dan berat bagi pengguna dan pengedarnya.
"Ketika seseorang ditangkap dalam suatu razia atau suatu penggebrekan, kalau pada dirinya tidak melekat barang bukti narkoba, walau hasil tes urin positif, dia akan direhabilitasi. Tetapi kalau terbukti membawa narkoba, dia harus menjalani proses hukum. Tetapi  bisa juga dengan sembari menjalani proses hukumnya dia bisa direhabilitasi." Ungkap Sulistiandriatmoko
            Selain itu BNN juga telah melakukan pencegahan dengan cara edukasi agar pengguna narkoba tidak semakin banyak. Menurut Sulistiandriatmoko, hal tersebut tidak hanya menjadi tugas BNN untuk memberikan edukasi. Tetapi pemerintah dan masyarakat harus bekerjasama agar pengguna Narkoba berkurang.
"Jadi seharusnya setiap warga negara Indonesia pernah mendengar bahaya tentang penyalahgunaan  narkoba. Dan itu tugas pemerintah, tidak hanya tugas BNN. Semua orang harus mempunyai cukup edukasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Seberapa pun levelnya mereka mengetahui tetapi setidaknya itu menjadi filter untuk orang tidak dengan mudahnya mencoba menggunakan narkoba." Kata Sulistiandriatmoko lebih jelas
            Bapak Sulistiandriatmoko juga memberikan banyak pendapat dan pesan untuk masyarakat agar menghindari dan menjauhi narkoba. Menurutnya untuk kalangan mahasiswa harus menyadari bahwa komunitas mahasiswa itu sangat rentan dengan pengguna narkoba. Hal ini dikarenakan, ketika kuliah mahasiswa memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap diri sendiri. Ketika dia belum memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap diri sendiri dan tidak bisa memilih-milih pergaulan, hal ini akan membuat dia gampang terjerumus penggunaan narkoba.
"Contoh yang paling banyak didengar testimoni dari rekan-rekan yang sudah direhabilitasi di BNN, ada komunitas. Ini ilustrasi saja. Ada 5 anggota geng yang sudah akrab sekali. Entah itu geng belajar, geng hobi, apakah sesame profesi. Ketika salah satu ada yang pengguna saja, gausah ditawarkan ke yang 4 ini, yang 4 ini cukup melihat saja. Karena yang ini merasakan kenikmatan, yang 4 ini akan tanya kayak apa sih rasanya. Akhirnya dia mencoba, akhirnya tertular, akhirnya sama-sama menjadi pecandu semua." Kata Sulistiandriatmoko memberi contoh
            Diharapkan pula kepada para pemuda atau pemudi agar jangan sekali-kali mencoba. Karena dari mencoba yang pertama itulah, akan terulang.
"Jangan mencoba! Karena dari mencoba itu pertama, akan terulang. Karena sensasinya itu sedemikian rupa mempengaruhi susunan saraf pusat." Ucap Sulistiandriatmoko diakhir wawancara kami.
            Oleh karena itu, diharapkan peran masyarakat terutama orangtua agar bisa mendidik anak dari kecil dan memberikan edukasi terhadap anak agar tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak diinginkan. Karena seseorang bisa terjerumus kepada narkoba karena lingkungan, kurangnya edukasi, dan rasa penasaran yang akhirnya malah menghancurkan diri sendiri.



Peliputan Investigasi Tembakau cap Gorilla #2



Menyimak Cerita Mantan Pengedar dan Pemakai Narkoba
Terkait topik investigasi yang kami angkat, maka melalui tulisan ini akan kami sampaikan sebuah cerita yang bersumber langsung dari seorang pecandu sekaligus mantan pengedar narkoba yang sudah berbagi ceritanya kepada kami pada Senin, 10 Juli 2017 lalu. Sebelumnya kami sampaikan, bahwa cerita ini mengalir begitu saja sesuai dengan apa yang disampaikan oleh narasumber. Hingga tulisan ini dipublikasikan, sudah mendapatkan persetujuan dari pihak terkait.
            Sebut saja Freedy, ia merupakan seorang lulusan pada salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Menjadi seorang pengedar apalagi pecandu barang terlarang ini, tak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya. Hal ini dimulai ketika ia berada dilingkungan yang membawanya terjerumus kedalam obat-obatan terlarang ini. Pertama kali ia mencoba barang haram tersebut, yaitu pada tahun 2004. Berbagai jenis obat-obatan terlarang sudah pernah ia coba. Mulai dari ganja, sabu, ekstasi, obatobatan psikotropika seperti bimolit, kamlet, dan terakhir adalah tembakau gorila.
            Freedy mengaku, merasakan efek yang beragam ketika  ia mengkonsumsi tembakau jenis gorila. “Muntah, muntah itukan mabuk banget, lama kalau tidur, bisa sampai 12 jam kalau (mengkonsumsi) gorilla. Soalnya itukan parah banget sampai ke kepala bergetar,” jelas Freedy kepada Tim Investigasi Bravo.
            Efek yang ditimbulkan oleh tebakau gorila juga lebih cepat dibandingkan ganja biasa. “Bedanya sama ganja nih. Kalau ganja itu lo harus ngisep sebatang baru dapet gitingnya. Kalo gorila itu 2-3 isep udah kaya sebatang ganja. Lebih keras. Namanya juga buatan kan pakai campuran kimia. Kalau ganjakan alami.
            Ternyata, tembakau gorila juga banyak macamnya. Ada gorila biasa, hanoman, gajah dan beruang. “Ada gorilla biasa, hanoman lebih keras, ada gajah keras tapi soft, ada beruang keras. Gue ga bisa bedain sih kalau sekarang. Gue nggak ngikutin”.
            
Seluk Beluk Proses Transaksi Gorila Hingga Keuntungannya
            Jika masyarakat luas mengetahui tembakau gorila baru sekitar awal tahun 2017 lalu, tetapi Freedy sudah mengkonsumsi dan mengedarkan tembakau ini semenjak tahun 2014. Itu artinya sudah 3 tahun ia mengkonsumsi hingga mengedarkan tembakau ini.
Awal mula ia mendapatkan tembakau gorila yaitu dari seorang teman lamanya di Bali. Tidak hanya sebagai pemakai, Freedy juga berperan sebagai pengedar obat-obatan terlarang ini. “Teman lama sih waktu itu ngasih tahu. Dia punya bandar besar gitu di Bali, terus gue dioper terus. Dioper, pertama awalnya 100 bek, 100 bek yaudah gitu aja terus,” ujar Freedy ketika ditanyai dari mana ia  mendapatkan barang tersebut.
Keuntungan yang didapatkan melalui transaksi tembakau gorila, memang sangat menggiurkan. Ia bisa menerima keuntungan dua hingga 3 kali lipat harga yang ia keluarkan. Jika pada tahun 2014 ia mengeluarkan modal untuk 1 bek (5 gram) itu Rp150.000, maka ia  bisa menjualnya dengan harga Rp300.000.
Sebelumnya, pada tahun 2010, ia juga pernah menjadi pengedar ganja. Saat itu ia masih menjadi seorang siswa SMA di Bandung. Ia mengedarkan ganja tersebut kepada teman-temannya di SMA. Barangnya ia dapatkan di Jakarta. Saat itu ia membeli ganja 100 gram. Hal itu ia lakukan sampai ia akan mulai kuliah. Ketika sudah mulai kuliah, ia membeli ganja sebanyak 2 kilogram keatas. Dan ia menjualnya dengan cara pergaris. Dalam 20 kilogram itu, terdapat 20 garis. Harga 1 garisnya pada waktu itu masih Rp500.000, tetapi sekarang sudah Rp1.000.000.
“Jadi bandar ganja tuh pas 2010, masih sekolah di Bandung. Prosesnya gue ambil di Jakarta, karena Jakarta itu surganya narkoba. Jakarta tuh lo bisa dapat apa aja yang lo mau. Gue bolak balik Jakarta-Bandung. Gue ambil 100 gram, satu garis lah, nggak nyampe 1 kg. Waktu SMA, balik ke Bandung gue sebarin ke teman sekolah gue. Gitu aja terus tiap minggu. Sampe gue lulus kuliah gue mulai kiloan. Gue nggak jual kiloan, gue jualnya pergaris. Gue belinya 2 kg ke yang diatas, tapi gue jualnya pergaris. Kalau diitung-itung 2 kg itu gue bisa dapat 20 garis dan satu garisnya itu waktu itu masih 500ribu. Dijualnya 500ribu dulu, sekarang udah 1 juta”
Hampir sama dengan ganja, proses mengedarkan tembakau gorila  dimulai Freedy pada tahun 2014. Awalnya ia menghubungi orang yang berada diatasnya melalui line  atau telphon langsung. Tetapi barang tersebut dapatnya dari Bali, lalu dioper oleh JNE. Untuk mengambil barang tersebut, ia bisa bertemu langsung (COD-an) dengan pihak tersebut. Proses hingga barang tersebut sampai ditangan Freedy bisa mencapai 3 hari.
Saat ditanya mengenai modal yang ia butuhkan untuk mengedarkan tembakau gorila ini, ia menjelaskan bahwa sistem yang ia gunakan adalah tidak menggunakan modal. Jadi, setiap 2 hari ia harus transfer keatasannya. Ia juga tidak pernah mengalami masalah dalam mentransfer modal karena ia mempunyai banyak kaki tangan dibawahnya.
“Belum sih gue. Gue ga pernah macet, kaki-kaki gue banyak banget dulu,” jawab Freedy.
Pendapatan yang ia dapatkan dari transaksi tembakau gorila selama 2 hari bisa mencapai 2 juta rupiah. “Gue ngitungnya 2 hari ya, gue 2 hari biasanya bisa dapat 2 juta, bersih, masuk kantong. Gue bisa beliin hp adek gue iphone, waktu itu 2014 iphone gimana tuh,” ujar Freedy.

3 Kali Tertangkap, Seakan Tak Membuatnya Jera
            Walaupun keuntungan yang didapatkan Freedy sangat menjanjikan, tapi resiko yang dihadapinya dari bisnis transaksi barang haram ini juga sangat besar. Ia sudah 3 kali tertangkap oleh pihak yang berwajib.
            Awalnya pada tahun 2009 ketika masih SMA, ia tertangkap saat sedang menggunakan ganja di sebuah kost-kost an di Bandung bersama seorang wanita dengan terdapat bukti 2 empel seharga Rp50.000. Ternyata seorang wanita tersebut adalah orang suruhan atau cepuan polisi. Akhirnya ia dibawa ke Polwiltabes Bandung lalu diproses.  Proses yang ia jalankan tidak sampai 1 hari, karena orang tuanya datang dari Jakarta untuk menebusnya.
            ”Nggak sampai sehari sih, gue ketangkap siang, malamnya gue jam 12 mungkin bebas, itu gue ditebus, orang tua gue datang dari Jakarta. Ditebus 5 juta. Masih murah waktu itu 2009,” jelas Freedy.
            Setelah bebas kembali, Freedy tetap menjalankan bisnisnya dan kembali tertangkap pada tahun 2012. Saat itu ia tertangkap ketika membeli vapir (kertas untuk ngelinting) di sebuah supermarket. Setelah tertangkap ia ditanyai beberapa pertanyaan, sehingga rumahnya digeledah. Saat itu ia kedapatan menyimpan 2 kilogram ganja didalam rumahnya. Hingga akhirnya ia dibawa ke Polres Bekasi untuk menjalani proses. Sesampainya di kantor polisi, ia ditahan selama 5 hari lalu setelah itu ditebus lagi oleh orangtuanya.
            “Waktu itu ditebusnya mahal, 70 juta, karena banyak, terus undang-undangnya udah terbentuk. Waktu 2009 itu undang-undangnya tuh ganja belum masuk narkoba golongan A. Golongan A itu masih sabu, estesi, masih golongan B. Dan undang-undang itu keluar 2009 akhir. Dan 2012 itu narkoba ganja itu udah jadi narkoba nomor 1, udah ngalahin sabu dan estesi. 70 juta gue ketebus,” jelas Freedy saat menceritakan proses tertangkapnya yang kedua.
            Setelah bebas untuk yang kedua kalinya, seakan tidak jera, Freedy tetap menjalankan bisnis tersebut. Ia kembali tertangkap pada tahun 2015 di daerah Menteng Atas di rumah seorang temannya yang saat itu juga sudah ditangkap oleh polisi. Freedy dijebak sehingga saat melakukan pesanan melalui chat ia masih mengira bahwa yang memesan itu adalah temannya. Ternyata itu adalah polisi. Sekitar 5 hari ia ditahan di Polres Jakarta Selatan dengan barang bukti ganja setengan kilo dan gorila 200 bek. Ia menjalani proses selama 2 hari dan ditebus 125 juta.
            “Barang buktinya itu ganja setengah kilo, gue lupa itu setengah kilo atau satu kilo. Kalau gorilla 200 bek. Waktu itu gorillanya belum ada pasalnya. Polisinya kaget ini apaan. Tadinya boleh pulang, ya gapapa tapi diberatin di ganjanya. Itu gue menjalani proses 2 hari, Ditebus lagi 125t juta,” ujar Freedy menjelaskan proses tertangkapnya yang ketiga.

Berhenti Menjadi Pengedar, Tetapi Masih Menjadi Pemakai dengan Alasan Lingkungan Belum Positif
             Setelah tertangkap yang ketiga kalinya, Freedy merasa jera dan akhirnya memutuskan untuk berhenti menjadi pengedar. Tetapi hingga saat ini ia masih menjadi pemakai. Ia mengungkapkan alasannya masih belum bisa berhenti mengkonsumsi barang haram tersebut karena kondisi lingkungannya belum sepenuhna positif.
            ”Lingkungan gue belum sepenuhnya positif. Kalau gue sih bener, itu pengaruh lingkungan. Sebenarnya nggak ada barang-barang itu lo nggak akan mati. Kalau nggak konsumsi barang-barang itu lo nggak akan mati. Ganja dan Gorilla itu nggak tergantungan kok. Yang tergantungan itu seperti tab, yang suntik-suntik. Ganja dan gorilla nggak tergantungan, Ya kaya gitu aja sih bukan ketergantungan sih, lingkungan. Jadi sekali lagi menurut gue lingkungan”.
            Menurut Freedy, jika ia harus berhenti menggunakan narkoba, ia harus pindah ke lingkungan yang tidak ada narkobanya. Menurutnya, untuk daerah Jabodetabek, tidak ada daerah yang bersih dari narkoba.
            Menutup pembicaraan dengan Freedy, ia menyampaikan kepada Tim Bravo bahwa jangan sampai terlibat kedalam pergaulan yang salah. Didalam dunia narkoba, tidak ada yang namanya teman, karena ia pernah beberapa kali tertangkap gara-gara teman.
            ”Nakal gapapa, tapi jangan nakal-nakal banget, jangan sampai jadi bandarlah kaya gue, itu aja sih paling apa ya itu doang sih paling. Jaga diri. Hati-hati kalau milih teman. Nakal nakal aja, tapi jangan nakal-nakal banget. Terus di narkoba itu nggak ada yang namanya teman. Temen itu penyakit. Gue pernah berapa kali ketangkep karena temen,” ujar Freedy.

Ulasan Singkat Pengedar Tembakau Gorila Dikalangan Remaja
Tembakau cap Gorilla yang marak di pasaran

Menurut Kabag Humas BNN Sumirat Dwiyanto pada 19 Januari 2015 dalam acara Primetime Talk di Beritasatu TV, serbuan mafia narkoba ke wilayah Indonesia mencatat transaksi barang haram itu sekitar total 48 triliun. Transaksi yang fantastis. Bandingkan dengan keseluruhan transaksi yang terjadi di ASEAN yang sejumlah 160 triliun. Para mafia narkoba yang berasal dari Indonesia sendiri, juga Malaysia, Australia, Iran, Perancis, Taiwan, Nigeria dan lain-lain. Para mafia tersebut berpesta pora dengan total peredaran sebesar 30% ada hanya di Indonesia.
Para mafia itu berpikir bahwa vonis hukuman di Indonesia adalah hukuman yang ringan dan seumur hidup, hukuman mati di Indonesia hanya di atas kertas. Hukuman mati hanya berlaku untuk kejahatan teroris dan pembunuhan berencana. Bahkan di dalam penjara pun para mafia yang tertangkap dan diputus hukuman mati pun masih bisa mengendalikan dan menjalankan bisnis narkoba. Tak ada eksekusi mati di Indonesia.
Selain dapat  mewawancarai Freedy secara langsung, Tim Investigasi Bravo juga dapat mengikuti proses mengedarkan tembakau gorila oleh pengedarnya. Sebut saja Roy, seorang mahasiswa pada salah  satu perguruan tinggi swasta di Jakarta bersedia untuk kami ikuti saat mengedarkan  tembakau gorila. Tapi, Roy tidak bersedia untuk kami wawancarai dengan alasan tertentu.
            Proses transaksi ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang diceritakan oleh Freedy pada cerita sebelumnya. Roy mendapatkan pesanan dari temannya melalui telphon. Lalu mereka menentukan tempat untuk bertemu agar Roy dapat memberikan barangnya. Biasanya tempat yang dipilih adalah tempat-tempat yang sepi, tidak banyak orang berlalu lalang. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan.
            Setelah Roy dan  si pemesan bertemu, mereka melakukan percakapan seperti biasa dulu, sekedar basa basi. Tidak lama setelah itu, Roy mengeluarkan barang tersebut dari sakunya dan memberikan kepada si pemesan. Setelah itu mereka sama-sama pergi. pertemuan tersebut dilakukan sesingkat mungkin agar tidak ada yang curiga dengan pertemuan yang mereka lakukan. Biasanya kebanyakan dari yang memesan kepada Roy adalah teman-teman nya di kampus atau teman satu tongkrongan.

Peliputan Investigasi Tembakau cap Gorilla #1




Tembakau Gorilla (source: detik.com)

       Latar Belakang Peliputan
Memasuki akhir perkuliahan semester genap, sudah sangat biasa bagi setiap mahasiswa dikejar deadline tugas. Sama halnya dengan kami mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie peminatan Komunikasi Massa dan Jurnalistik  di semester 6 yang saat ini sedang menjalani tugas akhir pada mata kuliah Investigasi Multimedia. Pada mata kuliah ini, kami dibentuk menjadi 3 kelompok peliputan dengan topik peliputan yang berbeda-beda. Kami dari kelompok Bravo, memilih topik investigasi tentang bahaya dibalik tembakau jenis gorila.
Alasan kenapa kelompok kami memilih topik peliputan investigasi ini adalah karena pada tanggal 12 Januari 2017 lalu, tembakau jenis gorilla ditetapkan sebagai narkoba jenis pertama oleh Kementerian Kesehatan No 2/2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Peraturan ini ditetapkan karena sebelumnya ditemukan kasus seorang pilot dari sebuah maskapai penerbangan Indonesia yang jalan sempoyongan saat diperiksa petugas bandara hingga viral di media sosial pada waktu itu. Aksi mabuk mantan pilot Citilink yang berinisial TP menimbulkan pertanyaan, terkait zat apa yang menyebabkan sang kapten mabuk tersebut. Berbagai spekulasi muncul dari masyarakat hingga mengarah pada psikotropika jenis baru yang bernama tembakau gorilla.
Berdasarkan alasan tersebut, kami melakukan peliputan dengan beberapa tahap. Tahap pertama, pembentukan tim dan pembagian jobdesk dari awal sampai akhir peliputan ini berjalan. Tahap kedua, riset dan mengumpulkan data sebanyak mungkin mengenai tembakau gorilla. Tahap ketiga, menentukan narasumber terkait yang dapat memperkuat hasil peliputan investigasi ini. Tahap keempat, mewawancarai setiap narasumber dan mengumpulkan data sebanyak mungkin selama proses wawancara. Tahap kelima, mengemas hasil peliputan menjadi liputan investigasi multimedia sehingga dapat dikonsumsi oleh berbagai pihak.

Bahaya Tembakau Gorila Dilihat Dari Campuran Bahannya

Infografis: Zat berbahaya dalam tembakau gorilla
            Semenjak awal tahun 2017 lalu, peredaran Tembakau Super Cap Gorila menjadi sangat meresahkan di kalangan masyarakat Indonesia. Tembakau Gorila menjadi berbahaya karena tembakau yang digunakan bukanlah tembakau biasa, tetapi dicampur dengan cairan ganja sintetis di dalamnya. Cara pengggunaanya kurang lebih sama dengan ganja. Tembakau gorila ini dicampur dengan tembakau rokok lalu dilinting kembali dan dikonsumsi dengan cara dihisap.
 Padahal Tembakau Super Cap Gorilla ini termasuk dalam narkoba karena memiliki kandungan yang sangat berbahaya yaitu mengandung zat synthetic cannabinoids dan bahan kimia apesiminika berdasarkan hasil dari Laboratorium Badan Narkotika Nasional (BNN). Kedua zat tersebut biasanya di masukkan ke tembakau dengan cara di semprotkan. Synthetic cannabinoids atau biasa disebut ganja sintetis merupakan campuran jenis-jenis narkoba yang diimpor masuk ke Indonesia. Narkoba ini muncul sejak 2007 dan terkenal dengan nama ekstasi herbal ataupun pensil hiperasin.          
Dikutip dari lampung.bnn.go.id, Sebenarnya dalam dunia kedokteran synthetic cannabinoids diperlukan untuk terapi memperlambat proses neurodegenerasi pada penyakit alzheimer. Selain itu juga berguna untuk pengobatan stres karena senyawa cannabinoids bekerja cepat setelah menembus blood barrier yaitu filter darah yang masuk ke otak. Disebut ganja sintetis karena zat ini mengandung tetrahydrocannabinol (THC) seperti tanaman ganja. Hanya saja sumbernya bukan dari ekstraksi ganja melainkan melaui proses kimia di laboratorium.
Efek yang ditimbulkan apabila menghisap Tembakau Super Cap Gorila yaitu seperti ditindih oleh Gorilla yang besar. Efeknya orang tersebut menjadi tidak bisa bergerak seperti zombie dan menimbulkan halusinasi. Orang yang baru mencoba, biasanya akan panik karena tubuhnya jadi berat, sedangkan pecandu yang sudah terbiasa akan muncul perasaan euforia berlebihan dan tertawa-tawa tanpa sebab.
Selain itu, efek buruk yang dihasilkan ganja sintetik ini dapat mengancam nyawa manusia, antara lain perasaan cemas yang sangat tinggi, detak jantung sangat cepat dan tekanan darah tinggi, mual hingga muntah, kejang otot dan tremor, halusinasi intens dan gangguan psikotik, perasaan ingin bunuh diri atau melakukan tindakan yang berbahaya.
Efek ketergantungan dari zat ganja sintetis ini, tidak sebanding dengan kenikmatan palsu yang ditawarkan, apalagi dibandingkan dengan cita-cita dan masa depan yang tentunya akan terhalangi. Jalan satu-satunya adalah direhabilitasi tentunya dengan biaya yang sangat mahal untuk pemulihan. Belum lagi efek-efek buruk dari narkoba yang tidak bisa disembuhkan seperti kerusakan otak.

Jeratan Hukum Bagi Pengedar dan Pengguna Tembakau Gorilla
            Dilansir melalui liputan6.com, Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan tembakau gorila sudah resmi masuk dalam daftar narkotika. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Tembakau gorila sudah resmi narkotika mulai Kamis 12 Januari 2017. Dengan begitu, baik pengedar ataupun pengguna tembakau ganja sintetis itu dapat terjerat pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman penjara 5-20 tahun, hukuman seumur hidup, atau hukuman mati.
Narkotika yang bisa membuat penghisapnya merasa tertiban gorila itu mengandung zat AB-CHMINACA. Kandungan itulah yang membuat tembakau gorila masuk dalam golongan I angka 86. Disebutkan dalam Permenkes Nomor 2 Tahun 2017 bahwa narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi. Narkotika golongan ini memunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika golongan I memuat daftar sebanyak 114 jenis narkotika.
Hingga saat ini, tembakau gorila diketahui masih dijual bebas di masyarakat. Dengan adanya aturan baru tersebut, diharapkan masyarakat dapat melaporkan informasi terkait penyalahgunaan tembakau gorila atau sejenisnya kepada pihak terkait.

Peliputan Investigasi Tembakau cap Gorilla #3

Penjelasan Badan Narkotika Nasional mengenai Narkoba Indonesia Darurat Narkoba Selain mence...